
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN … NOMOR …
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
RANCANGAN
PENJELASAN
RANCANGAN Undang - Undang REPUBLIK INDONESIA
NOMOR ……TAHUN ….
TENTANG
INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK
I. UMUM
Pemanfaatan
Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik
perilaku masyarakat maupun peradaban manusia secara global.
Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan
hubungan dunia menjadi tanpa batas (borderless) dan menyebabkan
perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan berlangsung
demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua
karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan,
kemajuan, dan peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif
perbuatan melawan hukum.
Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum siber atau hukum telematika.
Hukum
siber atau cyber law, secara internasional digunakan untuk istilah
hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan
komunikasi. Demikian pula, hukum telematika yang merupakan perwujudan
dari konvergensi hukum telekomunikasi, hukum media, dan hukum
informatika. Istilah lain yang juga digunakan adalah hukum teknologi
informasi (law of information technology), hukum dunia maya (virtual
world law), dan hukum mayantara. Istilah‐istilah tersebut lahir
mengingat kegiatan yang dilakukan melalui jaringan sistem komputer dan
sistem komunikasi baik dalam lingkup lokal maupun global (Internet)
dengan memanfaatkan teknologi informasi berbasis sistem komputer yang
merupakansistem elektronik yang dapat dilihat secara virtual.
Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan
penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara
elektronik, khususnya dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan
perbuatan hukum yang dilaksanakan melalui sistem elektronik.
Yang
dimaksud dengan sistem elektronik adalah sistem komputer dalam arti
luas, yang tidak hanya mencakup perangkat keras dan perangkat lunak
komputer, tetapi juga mencakup jaringan telekomunikasi dan/atau sistem
komunikasi elektronik. Perangkat lunak atau program komputer adalah
sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema,
ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan media yang dapat
dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk
melakukan fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk
persiapan dalam merancang instruksi tersebut.
Sistem elektronik
juga digunakan untuk menjelaskan keberadaan sistem informasi yang
merupakan penerapan teknologi informasi yang berbasis jaringan
telekomunikasi dan media elektronik, yang berfungsi merancang,
memproses, menganalisis, menampilkan, dan mengirimkan atau menyebarkan
informasi elektronik. Sistem informasi secara teknis dan manajemen
sebenarnya adalah perwujudan penerapan produk teknologi informasi ke
dalam suatu bentuk organisasi dan manajemen sesuai dengan karakteristik
kebutuhan pada organisasi tersebut dan sesuai dengan tujuan
peruntukannya. Pada sisi yang lain, sistem informasi secara teknis dan
fungsional adalah keterpaduan sistem antara manusia dan mesin yang
mencakup komponen perangkat keras, perangkat lunak, prosedur, sumber
daya manusia, dan substansi informasi yang dalam pemanfaatannya mencakup
fungsi input, process, output, storage, dan communication.
Sehubungan
dengan itu, dunia hukum sebenarnya sudah sejak lama memperluas
penafsiran asas dan normanya ketika menghadapi persoalan kebendaan yang
tidak berwujud, misalnya dalam kasus pencurian listrik sebagai
perbuatan pidana. Dalam kenyataan kegiatan siber tidak lagi sederhana
karena kegiatannya tidak lagi dibatasi oleh teritori suatu negara, yang
mudah diakses kapan pun dan dari mana pun. Kerugian dapat terjadi baik
pada pelaku transaksi maupun pada orang lain yang tidak pernah
melakukan transaksi, misalnya pencurian dana kartu kredit melalui
pembelanjaan di Internet. Disamping itu, pembuktian merupakan faktor
yang sangat penting, mengingat informasi elektronik bukan saja belum
terakomodasi dalam sistem hukum acara Indonesia secara komprehensif,
melainkan juga ternyata sangat rentan untuk diubah, disadap, dipalsukan,
dan dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam waktu hitungan detik.
Dengan demikian, dampak yang diakibatkannya pun bisa demikian kompleks
dan rumit.
Permasalahan yang lebih luas terjadi pada bidang
keperdataan karena transaksi elektronik untuk kegiatan perdagangan
melalui sistem elektronik (electronic commerce) telah menjadi bagian
dari perniagaan nasional dan internasional. Kenyataan ini menunjukkan
bahwa konvergensi di bidang teknologi informasi, media, dan informatika
(telematika) berkembang terus tanpa dapat dibendung, seiring dengan
ditemukannya perkembangan baru di bidang teknologi informasi, media,
dan komunikasi.
Kegiatan melalui media sistem elektronik, yang
disebut juga ruang siber (cyber space), meskipun bersifat virtual dapat
dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan hukum yang nyata. Secara
yuridis kegiatan pada ruang siber tidak dapat didekati dengan ukuran
dan kualifikasi hukum konvensional saja sebab jika cara ini yang
ditempuh akan terlalu banyak kesulitan dan hal yang lolos dari
pemberlakuan hukum. Kegiatan dalam ruang siber adalah kegiatan virtual
yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya bersifat elektronik.
Dengan demikian, subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula sebagai
Orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata. Dalam kegiatan
e‐commerce antara lain dikenal adanya dokumen elektronik yang
kedudukannya disetarakan dengan dokumen yang dibuat di atas kertas.
Berkaitan
dengan hal itu, perlu diperhatikan sisi keamanan dan kepastian hukum
dalam pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi agar dapat
berkembang secara optimal. Oleh karena itu, terdapat tiga pendekatan
untuk menjaga keamanan di cyber space, yaitu pendekatan aspek hukum,
aspek teknologi, aspek sosial, budaya, dan etika. Untuk mengatasi
gangguan keamanan dalam penyelenggaraan sistem secara elektronik,
pendekatan hukum bersifat mutlak karena tanpa kepastian hukum,
persoalan pemanfaatan teknologi informasi menjadi tidak optimal.
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas.
Pasal 2
Undang
- Undang ini memiliki jangkauan yurisdiksi tidak semata‐mata untuk
perbuatan hukum yang berlaku di Indonesia dan/atau dilakukan oleh warga
negara Indonesia, tetapi juga berlaku untuk perbuatan hukum yang
dilakukan di luar wilayah hukum (yurisdiksi) Indonesia baik oleh warga
negara Indonesia maupun warga negara asing atau badan hukum Indonesia
maupun badan hukum asing yang memiliki akibat hukum di Indonesia,
mengingat pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Informasi Elektronik dan
Transaksi Elektronik dapat bersifat lintas teritorial atau universal.
Yang dimaksud dengan "merugikan kepentingan Indonesia” adalah meliputi
tetapi tidak terbatas pada merugikan kepentingan ekonomi nasional,
perlindungan data strategis, harkat dan martabat bangsa, pertahanan dan
keamanan negara, kedaulatan negara, warga negara, serta badan hukum
Indonesia.
Pasal 3
"Asas kepastian hukum” berarti
landasan hukum bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi
Elektronik serta segala sesuatu yang mendukung penyelenggaraannya yang
mendapatkan pengakuan hukum di dalam dan di luar pengadilan.
"Asas
manfaat” berarti asas bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan
Transaksi Elektronik diupayakan untuk mendukung proses berinformasi
sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
"Asas
kehati‐hatian” berarti landasan bagi pihak yang bersangkutan harus
memperhatikan segenap aspek yang berpotensi mendatangkan kerugian, baik
bagi dirinya maupun bagi pihak lain dalam pemanfaatan Teknologi
Informasi dan Transaksi Elektronik.
"Asas iktikad baik” berarti
asas yang digunakan para pihak dalam melakukan Transaksi Elektronik
tidak bertujuan untuk secara sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
mengakibatkan kerugian bagi pihak lain tanpa sepengetahuan pihak lain
tersebut.
"Asas kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi”
berarti asas pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik
tidak terfokus pada penggunaan teknologi tertentu sehingga dapat
mengikuti perkembangan pada masa yang akan datang.
Pasal 4
Cukup jelas.
Pasal 5
Ayat 1
Cukup jelas.
Ayat 2
Cukup jelas.
Ayat 3
Cukup jelas.
Ayat 4
Huruf a
Surat
yang menurut Undang - Undang harus dibuat tertulis meliputi tetapi
tidak terbatas pada surat berharga, surat yang berharga, dan surat yang
digunakan dalam proses penegakan hukum acara perdata, pidana, dan
administrasi negara.
Huruf b
Cukup jelas.
Pasal 6
Selama
ini bentuk tertulis identik dengan informasi dan/atau dokumen yang
tertuang di atas kertas semata, padahal pada hakikatnya informasi
dan/atau dokumen dapat dituangkan ke dalam media apa saja, termasuk
media elektronik. Dalam lingkup Sistem Elektronik, informasi yang asli
dengan salinannya tidak relevan lagi untuk dibedakan sebab Sistem
Elektronik pada dasarnya beroperasi dengan cara penggandaan yang
mengakibatkan informasi yang asli tidak dapat dibedakan lagi dari
salinannya.
Pasal 7
Ketentuan ini dimaksudkan bahwa
suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dapat digunakan
sebagai alasan timbulnya suatu hak.
Pasal 8
Cukup jelas.
Pasal 9
Yang dimaksud dengan "informasi yang lengkap dan benar” meliputi:
a.
informasi yang memuat identitas serta status subjek hukum dan
kompetensinya, baik sebagai produsen, pemasok, penyelenggara maupun
perantara;
b. informasi lain yang menjelaskan hal tertentu yang
menjadi syarat sahnya perjanjian serta menjelaskan barang dan/atau jasa
yang ditawarkan, seperti nama, alamat, dan deskripsi barang/jasa.
Pasal 10
Ayat (1)
Sertifikasi
Keandalan dimaksudkan sebagai bukti bahwa pelaku usaha yang melakukan
perdagangan secara elektronik layak berusaha setelah melalui penilaian
dan audit dari badan yang berwenang. Bukti telah dilakukan Sertifikasi
Keandalan ditunjukkan dengan adanya logo sertifikasi berupa trust mark
pada laman (home page) pelaku usaha tersebut.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 11
Ayat (1)
Undang
- Undang ini memberikan pengakuan secara tegas bahwa meskipun hanya
merupakan suatu kode, Tanda Tangan Elektronik memiliki kedudukan yang
sama dengan tanda tangan manual pada umumnya yang memiliki kekuatan
hukum dan akibat hukum.
Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal ini merupakan persyaratan minimum yang harus dipenuhi dalam
setiap Tanda Tangan Elektronik. Ketentuan ini membuka kesempatan
seluas‐luasnya kepada siapa pun untuk mengembangkan metode, teknik,
atau proses pembuatan Tanda Tangan Elektronik.
Ayat (2)
Peraturan
Pemerintah dimaksud, antara lain, mengatur tentang teknik, metode,
sarana, dan proses pembuatan Tanda Tangan Elektronik.
Pasal 12
Cukup jelas.
Pasal 13
Cukup jelas.
Pasal 14
Informasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini adalah informasi yang minimum
harus dipenuhi oleh setiap penyelenggara Tanda Tangan Elektronik.
Pasal 15
Ayat (1)
"Andal” artinya Sistem Elektronik memiliki kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan penggunaannya.
"Aman” artinya Sistem Elektronik terlindungi secara fisik dan nonfisik.
"Beroperasi sebagaimana mestinya” artinya Sistem Elektronik memiliki kemampuan sesuai dengan spesifikasinya.
Ayat (2)
"Bertanggung
jawab” artinya ada subjek hukum yang bertanggung jawab secara hukum
terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 16
Cukup jelas.
Pasal 17
Ayat (1)
Undang
- Undang ini memberikan peluang terhadap pemanfaatan Teknologi
Informasi oleh penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau
masyarakat.
Pemanfaatan Teknologi Informasi harus dilakukan secara
baik, bijaksana, bertanggung jawab, efektif, dan efisien agar dapat
diperoleh manfaat yang sebesar‐besarnya bagi masyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Pilihan
hukum yang dilakukan oleh para pihak dalam kontrak internasional
termasuk yang dilakukan secara elektronik dikenal dengan choice of law.
Hukum ini mengikat sebagai hukum yang berlaku bagi kontrak tersebut.
Pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik hanya dapat dilakukan jika
dalam kontraknya terdapat unsur asing dan penerapannya harus sejalan
dengan prinsip hukum perdata internasional (HPI).
Ayat (3)
Dalam
hal tidak ada pilihan hukum, penetapan hukum yang berlaku berdasarkan
prinsip atau asas hukum perdata internasional yang akan ditetapkan
sebagai hukum yang berlaku pada kontrak tersebut.
Ayat (4)
Forum
yang berwenang mengadili sengketa kontrak internasional, termasuk yang
dilakukan secara elektronik, adalah forum yang dipilih oleh para
pihak. Forum tersebut dapat berbentuk pengadilan, arbitrase, atau
lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya.
Ayat (5)
Dalam
hal para pihak tidak melakukan pilihan forum, kewenangan forum berlaku
berdasarkan prinsip atau asas hukum perdata internasional. Asas
tersebut dikenal dengan asas tempat tinggal tergugat (the basis of
presence) dan efektivitas yang menekankan pada tempat harta benda
tergugat berada (principle of effectiveness) .
Pasal 19
Yang
dimaksud dengan "disepakati” dalam pasal ini juga mencakup
disepakatinya prosedur yang terdapat dalam Sistem Elektronik yang
bersangkutan.
Pasal 20
Ayat (1)
Transaksi
Elektronik terjadi pada saat kesepakatan antara para pihak yang dapat
berupa, antara lain pengecekan data, identitas, nomor identifikasi
pribadi (personal identification number/PIN) atau sandi lewat
(password).
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 21
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan "dikuasakan” dalam ketentuan ini sebaiknya dinyatakan dalam surat kuasa.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Cukup jelas.
Pasal 22
Ayat (1)
Yang
dimaksud dengan "fitur” adalah fasilitas yang memberikan kesempatan
kepada pengguna Agen Elektronik untuk melakukan perubahan atas
informasi yang disampaikannya, misalnya fasilitas pembatalan (cancel),
edit, dan konfirmasi ulang.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 23
Ayat (1)
Nama
Domain berupa alamat atau jati diri penyelenggara negara, Orang, Badan
Usaha, dan/atau masyarakat, yang perolehannya didasarkan pada prinsip
pendaftar pertama (first come first serve).
Prinsip pendaftar
pertama berbeda antara ketentuan dalam Nama Domain dan dalam bidang hak
kekayaan intelektual karena tidak diperlukan pemeriksaan substantif,
seperti pemeriksaan dalam pendaftaran merek dan paten.
Ayat (2)
Yang
dimaksud dengan "melanggar hak Orang lain”, misalnya melanggar merek
terdaftar, nama badan hukum terdaftar, nama Orang terkenal, dan nama
sejenisnya yang pada intinya merugikan Orang lain.
Ayat (3)
Yang
dimaksud dengan "penggunaan Nama Domain secara tanpa hak” adalah
pendaftaran dan penggunaan Nama Domain yang semata‐mata ditujukan untuk
menghalangi atau menghambat Orang lain untuk menggunakan nama yang
intuitif dengan keberadaan nama dirinya atau nama produknya, atau untuk
mendompleng reputasi Orang yang sudah terkenal atau ternama, atau untuk
menyesatkan konsumen.
Pasal 24
Cukup jelas.
Pasal 25
Informasi
Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun dan didaftarkan
sebagai karya intelektual, hak cipta, paten, merek, rahasia dagang,
desain industri, dan sejenisnya wajib dilindungi oleh Undang - Undang
ini dengan memperhatikan ketentuan Peraturan PerUndang - Undangan.
Pasal 26
Ayat (1)
Dalam
pemanfaatan Teknologi Informasi, perlindungan data pribadi merupakan
salah satu bagian dari hak pribadi (privacy rights). Hak pribadi
mengandung pengertian sebagai berikut:
a. Hak pribadi merupakan hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan bebas dari segala macam gangguan.
b. Hak pribadi merupakan hak untuk dapat berkomunikasi dengan Orang lain tanpa tindakan memata-matai.
c. Hak pribadi merupakan hak untuk mengawasi akses informasi tentang kehidupan pribadi dan data seseorang.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Pasal 27
Cukup jelas.
Pasal 28
Cukup jelas.
Pasal 29
Cukup jelas.
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Secara teknis perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat ini dapat dilakukan, antara lain dengan:
a.
melakukan komunikasi, mengirimkan, memancarkan atau sengaja berusaha
mewujudkan hal-hal tersebut kepada siapa pun yang tidak berhak untuk
menerimanya; atau
b. sengaja menghalangi agar informasi dimaksud
tidak dapat atau gagal diterima oleh yang berwenang menerimanya di
lingkungan pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
Ayat (3)
Sistem
pengamanan adalah sistem yang membatasi akses Komputer atau melarang
akses ke dalam Komputer dengan berdasarkan kategorisasi atau
klasifikasi pengguna beserta tingkatan kewenangan yang ditentukan.
Pasal 31
Ayat (1)
Yang
dimaksud dengan "intersepsi atau penyadapan” adalah kegiatan untuk
mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau
mencatat transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang
tidak bersifat publik, baik menggunakan jaringan kabel komunikasi
maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran elektromagnetis atau radio
frekuensi.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Pasal 32
Cukup jelas.
Pasal 33
Cukup jelas.
Pasal 34
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan "kegiatan penelitian” adalah penelitian yang dilaksanakan oleh lembaga penelitian yang memiliki izin.
Pasal 35
Cukup jelas.
Pasal 36
Cukup jelas.
Pasal 37
Cukup jelas.
Pasal 38
Cukup jelas.
Pasal 39
Cukup jelas.
Pasal 40
Cukup jelas.
Pasal 41
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Yang
dimaksud dengan "lembaga yang dibentuk oleh masyarakat” merupakan
lembaga yang bergerak di bidang teknologi informasi dan transaksi
elektronik.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Pasal 42
Cukup jelas.
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Cukup jelas.
Ayat (5)
Huruf a
Cukup jelas.
Huruf b
Cukup jelas.
Huruf c
Cukup jelas.
Huruf d
Cukup jelas.
Huruf e
Cukup jelas.
Huruf f
Cukup jelas.
Huruf g
Cukup jelas.
Huruf h
Yang
dimaksud dengan "ahli” adalah seseorang yang memiliki keahlian khusus
di bidang Teknologi Informasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara
akademis maupun praktis mengenai pengetahuannya tersebut.
Huruf i
Cukup jelas.
Ayat (6)
Cukup jelas.
Ayat (7)
Cukup jelas.
Ayat (8)
Cukup jelas.
Pasal 44
Cukup jelas.
Pasal 45
Cukup jelas.
Pasal 46
Cukup jelas.
Pasal 47
Cukup jelas.
Pasal 48
Cukup jelas.
Pasal 49
Cukup jelas.
Pasal 50
Cukup jelas.
Pasal 51
Cukup jelas.
Pasal 52
Ayat (1)
Cukup jelas.
Ayat (2)
Cukup jelas.
Ayat (3)
Cukup jelas.
Ayat (4)
Ketentuan
ini dimaksudkan untuk menghukum setiap perbuatan melawan hukum yang
memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sampai dengan Pasal
34 yang dilakukan oleh korporasi (corporate crime) dan/atau oleh
pengurus dan/atau staf yang memiliki kapasitas untuk:
a. mewakili korporasi;
b. mengambil keputusan dalam korporasi;
c. melakukan pengawasan dan pengendalian dalam korporasi;
d. melakukan kegiatan demi keuntungan korporasi.
Pasal 53
Cukup jelas.
Pasal 54
Cukup jelas.
TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN … NOMOR …
|